Pendahuluan
Reog
merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia yang sangat dikenal oleh
masyarakat Indonesia dan dunia. Hampir setiap orang di Indonesia pasti pernah
mengetahui apa itu reog, masyarakat bisa melihatnya melalui internet, acara televisi,
siaran radio, atau bahkan hanya mengenal
reog melalui apa yang orang bicarakan tanpa pernah tau seperti apa bentuk reog
yang sebenarnya.
Perkembangan
jaman yang semakin maju dan kian pesat, mendorong reog untuk tetap eksis dalam
kebudayaan masyarakat Indonesia dan berusaha tetap dikenal dunia, terutama
tetap dikenal oleh para anak muda yang memiliki kewajiban melestarikan reog itu
sendiri. Hal ini mungkin yang menyebabkan para seniman reog di Indonesia tidak
lagi mementingkan unsur utama dari reog itu sendiri, yaitu kemistisan atau
melibatkan pertunjukan reog dengan hal magis. Orang kini hanya tahu bahwa reog
hanyalah sebuah pertunjukan barongan yang sifat pertunjukannya hampir sama
dengan barongsai asal tiongkok, memakai semacam alat peraga dengan melibatkan
banyak orang. Kini reog hanyalah sekedar hiburan semata yang mulai kehilangan
pesona kemistisannya.
Pembahasan
Reog adalah sebuah kebudayaan asli
Indonesia, yang memadukan antara seni topeng, seni teater, seni musik dan seni
tari. Reog diperkirakan tercipta pada sekitar abad ke 12. Reog merupakan salah
satu dari sekian banyak kebudayaan Indonesia yang dipengaruhi oleh unsur magis
atau gaib. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh kehidupan nenek moyang orang
Indonesia yang mayoritas hidup di masa lalu dimana saat itu merupakan jaman
kejayaan kerajaan - kerajaan yang tentu saja masih dipengaruhi oleh hal - hal
yang berbau magis, untuk bertahan hidup di masa itu. Hal tersebut terjadi pada
saat kerajaan - kerajaan tersebut belum di pengaruhi oleh agama-agama yang kini
dianut oleh kebanyakan masyarakat modern. Oleh karena itu masyarakat yang hidup
di jaman dulu sangat identik dengan hal-hal magis seperti ilmu sihir, kesaktian
yang mandraguna, makhluk gaib, bertapa, dan hal – hal lain yang sangat mustahil
jika dilakukan pada era modern seperti sekarang ini. Hal inilah yang hingga saat ini ada sebagian
masyarakat di Indonesia yang masih mempercayai kekuatan-kekuatan magis yang
sejak dulu telah ada. Hingga selanjutnya diturunkan kepada generasi
selanjutnya, dan pada akhirnya masih bertahan hingga saat ini.
Masyarakat Indonesia sangat kental
dengan hal-hal yang berhubungan dengan dunia magis, begitupun dengan
pertunjukan reog. Sejak tecipta di abad ke 12, reog sudah diyakini menggunakan
bantuan hal magis (gaib) dari alam lain untuk mendukung pertunjukan. Seperti misalnya
seseorang yang membawa topeng dhadhak merak, ia adalah orang yang paling di
yakini memakai bantuan “makluk kedua” dari alam gaib untuk membantu
pertunjukan, seseorang yang berada di balik topeng dhadhak merak biasanya
disebut juga dengan warok, beliau membawa topeng dhadhak merak dengan cara
menggigitnya, padahal berat dari topeng tersebut berkisar antara 50-60 kilogram.
Karenatopeng tersebut biasanya terbuat dari kulit harimau asli atau kini mulai
dibuat dari kulit sapi karena harimau sudah semakin langka dan sudah dilindungi
oleh pemerintah, topeng dhadhak merak juga menggunakan bulu-bulu burung merak,
tetapi dhadhak merak yang sekarang telah menggunakan bulu – bulu imitasi agar
burung merak bisa terjaga kelestariannya. Selain si dhadhak merak, para penari
juga menarikan tarian yang terkesan seperti orang yang sedang kesurupan
sehingga masyarakat juga meyakini bahwa para penari reog juga terlibat dalam
hal yang bersifat mistis. Para seniman reog biasanya menjalankan puasa dan
bertapa beberpa hari sebelum pementasan, sehingga pertunjukan reog bisa
mendapatkan bantuan dari hal yang tidak kasat mata.
Di kota Ponorogo, reog merupakan salah satu pertunjukan
elit yang biasanya hanya di tampilkan pada acara-acara besar & acara
tertentu, seperti misalnya penyelenggaraan Festival Reog Nasional (FRN),
Festival Reog Mini (FRM) maupun pentas reog bulan purnama (1 suro). Biasanya
reog ditampilkan pada saat pesta rakyat sedang berlangsung dan reog menjadi
penampilan puncak yang paling ditunggu oleh masyarakat. Pertunjukan reog
biasanya di tampilkan di sebuah alun-alun kota karena reog melibatkan banyak
pendukung acara dan rentetan penampilan wajib yang memang harus ditampilkan
saat pertunjukan reog, pertunjukan tersebut melibatkan puluhan yang masing-masing
telah memiliki tugas penampilan tersendiri.
Pada era tahun 80-90-an saat reog
ponorogo menjadi seni yang masih menjunjung tinggi hal-hal yang berhubungan
dengan hal mistis, sebelum dilaksanakan pertunjukan reog, biasanya para tetua
desa melakukan serangkaian acara untuk menghormati para leluhur. Ziarah menjadi
salah satu kegiatan wajib yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan pertunjukan
reog. Makam-makam yang dikunjungi biasanya makam para leluhur ponorogo, atau orang-orang
penting yang dipercaya masih menjadi bagian dari terciptanya reog maupun
terciptanya kota Ponorogo. Ziarah biasanya dipimpin oleh juru kunci pemakaman,
dengan diiringi pembacaan doa oleh seorang warok atau sesepuh dan pemilik grup
reog terbaik di ponorogo. Upacara ziarah ini biasanya dihadiri oleh para orang
penting di kota Ponorogo, seperti misalnya kepala rumah tangga kabupaten
ponorogo, ketua DPRD, bupati ponorogo pejabat lainnya. Setelah rangkaian ziarah
selesai dilaksanakan, acara berikutnya ialah kirab pusaka, yaitu kegiatan
mengarak 2 buah benda pusaka ke pendopo alun-alun ponorogo, 2 benda pusaka
tersebut ialah berupa tombak bernama tunggal naga dan payung yang bernama
tunggal wulung. Pada saat 2 benda pusaka tersebut diarak, benda – benda pusaka
tersebut dilapisi dengan kain berwarna kuning. Kedua unsur utama tersebut
dianggap sebagai peninggalan bathoro katong, sang pendiri ponorogo.
A.
Asal Muasal Reog
Ponorogo
Hingga saat ini belum diketahui
dengan pasti darimana daerah asal terciptanya reog itu sendiri, banyak daerah
di Indonesia terutama daerah-daerah di pulau jawa yang mengklaim bahwa reog
berasal dari daerah mereka masing-masing, bahkan Negara tetangga kita, Malaysia
pernah mengklaim kepemilikan reog ini sebagai budaya mereka yang di bawa oleh
masyarakat keturunan jawa yang berada di Malaysia. Hal ini terbukti dengan
adanya Foto Dhadhak merak (topeng reog) tetapi dengan nama yang berbeda, Malaysia menyebut
dhadhak merak dengan nama tari barongan dan di tampilakan situs web resmi
Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia. Hal tersebut memicu protes
dari berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman reog asal ponorogo yang
menyatakan bahwa hak cipta kesenian reog telah dicatatkan dengan nomor 026377
tertanggal 11 februari 2004. Pada tahun 2007 pemerintahan Malaysia mengklarifikasi
kontroversi ini dan mengakui bahwa Reog adalah kebudayaan asli Indonesia. Hingga
pada akhirnya kebanyakan masyarakat Indonesia dan dunia lebih mengenal reog
berasal dari daerah Ponorogo, Jawa Timur. Dalam Buku Hari Jadi Ponorogo
terdapat kalimat yang menjadi suatu acuan penting, yaitu akhirnya apapun
tafsirannya tentang reog ponorogo dalam wujud yang seperti kita lihat sekarang
ini tetap ponorogo sebagai kota yang kita cintai, kita pertahankan dan kita
lestarikan sebagai kota REOG yang menjadi kebanggan masyarakat ponorogo. (Depdikbud,
1996:8).
Terdapat banyak sekali versi cerita
yang berkembang di masyarakat mengenai asal muasal terciptanya reog itu sendiri.
Didalam bukunya yang berjudul Reog Ponorogo menari di antara dominasi dan
keragaman, zamzam fauzannafi menjelaskan bahwa salah satu lagenda yang paling
di ketahui oleh kebanyakan masyarakat Indonesia mengenai reog ponorogo adalah
tentang persyaratan yang di ajukan seorang putri cantik dari kerajaan Kediri
yang kepada Raja dari kerajaan Bantar Angin yang ingin mempersunting sang
putri. Permintaan dari sang putri ialah, ia menginginkan sebuah pertunjukan
yang belum pernah di tampilkan dimanapun pada jaman itu serta ia ingin sang
raja membawa semua hewan yang ada di hutan untuk mengisi taman sari di Kerajaan
Kediri. Saat sang raja kerajaan Bantar Angin dalam perjalanan menuju kerajaan
Kediri rombongan raja dihadang oleh harimau jadi-jadian dari raja Singobarong
yang ternyata juga ingin mempersunting sang putrid kerajaan Kediri. Singkat cerita karena pasukan raja Bantar
Angin sangat banyak & sangat terlatih dengan peperangan, Raja singabarong
pun kalah di peperangan dan ikut di arak menuju Kediri karena raja singabarong
masih berwujud harimau jadi-jadian. Selama perjalanan menuju kerajaan Kediri
rombongan yang di bawa sang raja berupa pasukan berkuda, sambil diiringi dengan
gamelan, kempul, kenong, kendang, angklung & slompret. Cerita yang
berkembang di masyarakat sungguh sangat banyak & beragam dikarenakan cerita
turun temurun mulut ke mulut dari orang terdahulu.
Pertunjukan reog memiliki beberapa
tokoh utama selama pementasan reog berlangsung. Diantara lain adalah dhadhak
merak atau barongan, klana sewadana atau klono, pujangganong atau bujangganong,
warok dan jathil. Dhadhak merak atau barongan adalah peralatan utama dalam
reog. Barongan terdiri dari kepala harimau (caplokan) yang terbuat dari
kerangka kayu dadap, bambu, dan rotan yang ditutup oleh kulit harimau gembong
atau kulit sapi yang diwarnai menyerupai kulit harimau. Diatas kepala harimau
tersebut bertengger seekor merak yang sedang mengembangkan bulunya yang ditata
di atas kerangka dari bambu dan rotan. Disekitar kepala harimau terpasang
krakab, yaitu aksesoris tempat menuliskan identitas grup reog yang terbuat dari
kain beludru warna hitam disulam dengan monte. Pada saat kontroversi
pengklaiman yang dilakukan oleh Malaysia, krakab inilah yang menjadi masalah
utama, karena bertuliskan Malaysia di atas kepala harimau di reog tersebut. Klana
sewandana atau klono adalah penari yang menarikan tarian yang menggambarkan
sosok raja dari kerajaan bantarangin . sosok ini digambarkan dengan topeng
bermahkota, wajah berwarna merah, mata besar melotot, dan kumis tipis. Karena
sang raja dalam keadaan mabuk asmara maka gerakan tarinya pun menggambarkan
seseorang yang sedang kasmaran. Pujangganong atau bujangganong adalah penari
dan tarian yang menggambarkan sosok patih muda yang cekatan, cerdik, jenaka,
sakti dan sangat ahli dalam ilmu bela diri. Sosok ini digambarkan dengan topeng
yang mirip dengan wajah raksasa, hidung panjang, mata melotot, mulut terbuka
dengan gigi yang besar tanpa taring, wajah merah darah dan rambut yang lebat
warna hitam menutup pelipis kiri dan kanan. Warok muda digambarkan dengaan
berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata tajam.
Sedangkan warok tua di gambarkan dengan sosok lelaki tua berbadan kurus,
berjanggut putih panjang dan berjalan dengan bantuan tongkat. Beberapa orang
menanggap tarian warok dalam reog hanyalah unsure tambahan. Jathil adalah
prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni reog, jathilan
merupakan tarian yang menggambarkan ketangksan prajurit berkuda yang sedang
berlatih diatas kuda. Tarian yang di bawakan oleh penari dimana antara penari
yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan kepiawaian
dalam berperang di atas kuda ditunjukan dengan ekspresi sang penari. Jathilan
pada mulanya ditarikan oleh laki-laki yang halus dan berparas tampan atau agak
mirip dengan wanita. Gerakan tari jathilanpun juga termasuk tarian yang agak
terkesan feminin. Tetapi, sejak tahun 1980-an penari jathilan mulai di ganti
oleh para penari putri dengan alasan lebih feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari
jathilan pada reog lebih cenderung pada halus, lincah dan genit. Hal ini
didukung oleh pola ritmis gerak tari para jathil.
B. Keterkaitan hal
mistis dengan reog
Di kota asal reog sendiri, ponorogo,
terdapat banyak sekali para pengrajin reog & para seniman reog yang biasanya
berkumpul dalam suatu paguyuban reog. Ponorogo yang dihuni sekitar kurang lebih
1 juta jiwa itu memiliki lebih dari 300 grup Reog yang tersebar di 277 desa. Para
seniman reog asli ponorogo biasanya adalah warga asli ponorogo yang memang
telah sangat akrab dengan reog karena sejak muda sudah diajarkan mengenai
apapun tentang reog. Selain diajarkan mengenai hal-hal mendasar mengenai reog
dan tatacara penampilan reog, tentu para orang tua terdahulu juga mengajarkan
kepada anak cucunya serta para murid pengikutnya juga mengajarkan berbagai hal
magis atau ilmu turun temurun demi kelestarian pertunjukan asli reog itu
sendiri. Unsur mistis merupakan kekuatan spiritual yang memberikan nafas pada
kesenian Reog Ponorogo.
Sebelum pertunjukan reog ponorogo
dimulai, para pendukung acara seperti para penari dan pelaku lakon, mereka
disibukan dengan kegiatan menghias diri, membuat dirinya semirip mungkin dengan
semua tokoh yang ada di cerita reog tempo dulu. Di sela-sela kesibukan menghias
diri, ada seseorang yang sedang membakar kemenyan dan meletakkan sesaji di
depan Barongan atau topeng kepala singa (Dhadhak merak). Tujuannya meminta izin
kepada roh penunggu desa yang disebut "Danyang" agar pertunjukan yang
berbau mistis ini berjalan lancar. Selain suguhan hal mistis yang dilakukan
sebelum acara reog di laksanakan, yang hingga saat ini masih menjadi perdebatan
adalah mengenai tokoh warok dalam pementasan reog ponorogo. Seperti yang
dilansir pada sebuah artikel di media massa Indonesia, disitu menjelaskan bahwa
Warok selalu digambarkan sebagai sosok yang suka memakai pakaian hitam hitam,
memiliki kesaktian, memakai kolor, bahkan memiliki gemblakan. Gemblakan adalah
lelaki berusia belasan tahun , mulai 12-15 tahun yang mempunyai paras tampan
dan terawat, yang dipelihara oleh warok, dan kadang lebih disayang ketimbang
istri dan anaknya. Memelihara gemblak sudah menjadi tradisi bagi warok yang
ingin menjaga kesuciaanya pada jaman dahulu. Sang warok sering menjaga
kekuatannya dengan tidak berhubungan intim dengan perempuan atau istrinya,
tetapi karena sang warok tidak bisa menyalurkan hasrat seksualnya, warok sering
melampiaskan hasrat nafsunya tersebut kepada si gemblak. Praktik gemblakan di
kalangan warok, diidentifikasi sebagai praktik homoseksual karena warok tak
boleh mengumbar hawa nafsu kepada perempuan demi menjaga kesaktiaannya. seorang
warok harus memiliki keseimbangan antara kemampuan ilmu kanuragan atau bela
diri dan rasa kasih sayang. Keberadaan gemblak tentu saja menimbulkan
penafsiran tersendiri. Banyak orang percaya gemblak sering dijadikan pemuas
kebutuhan seksual sang warok, selama menempuh ilmunya. Namun, apapun isu yang
ditiupkan tentang kehidupan seksual yang dijalani selama menuntut ilmu,
kenyataannya warok tetap hidup normal. Bahkan dapat membina rumah tangga
bersama istri dan anaknya. Hal itu pula yang dijalani seorang warok terkenal di
daerah ponorogo yang bernama Mbah Wo Kucing, beliau walaupun dalam
kesehariannya beliau didapuk sebagai warok sekaligus pemimpin kelompok Reog Bantar
Angin tetapi beliau dapat menjalankan akstivitas layaknya manusia biasa.
(Liputan 6, 2002).
Masyarakat ponorogo percaya bahwa
seorang warok adalah seseorang yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, hal
itu di dapatkan mulai dari mendalami ilmu kanuragan dan kebatinan hingga
mengasingkan diri dari dunia luar selama 40 hari. Dalam proses ini, sang warok
juga berpantang berhubungan seks dengan perempuan. Sehingga warok pun dapat mencapai tahapan yang disebut kewaskitaan
itu melalui proses yang cukup panjang.
C. Pudarnya
Kemistisan Sang Reog
Kebudayaan Indonesia dari zaman ke zaman selalu mengalami
perubahan, perubahan ini terjadi karena faktor masyarakat yang memang menginginkan
perubahan kebudayaan, dan perubahan kebudayaan yang terjadi sangat pesat yaitu
karena masuknya unsur-unsur globalisasi ke dalam kebudayaan Indonesia. Unsur
globalisasi juga masuk ke dalam kebudayaan lokal, kebudayaan nasional, dan juga
kebudayaan global, karena masuknya unsur-unsur tersebut maka ada upaya dalam
melestarikan dan upaya pemanfaatan kebudayaan di Indonesia serta pemanfaatan
dari kebudayaan-kebudayaan yang ada. Begitulah kutipan kalimat yang di
kemukakan oleh Darsiyah melalui jurnal yang dirilis olehnya. Begitupun reog
ponorogo, kebudayaan ini juga mengalami perubahaan yang cukup signifikan, dari
reog tempo dulu yang sangat elit dan hanya di pertontonkan pada acara spesial
dan tertentu saja, kini reog ponorogo telah menjadi suatu kebudayaan yang
sangat sering kita jumpai. Hal ini mungkin saja di lakukan para seniman reog
ponorogo agar masyarakat Indonesia semakin familiar dengan pertunjukan reog
ponorogo, dan berharap banyak generasi muda yang tertarik untuk melestarikan
kebudayaan asal ponorogo ini.
Kini, Regenerasi seniman reog Ponorogo dapat
dikelompokkan menjadi dua jalur. Dalam hal ini regenerasi jalur formal (reog
festival) dan jalur nonformal (reog obyog). Demikian ungkap Peneliti
Universitas Sebelas Maret (UNS) Supriadi, saat memaparkan hasil penelitiannya
berjudul ‘Regenerasi Seniman Reog Ponorogo untuk Mendukung Revitalisasi Seni
Pertunjukan Tradisional dan Menunjang Pembangunan Industri Kreatif’. Kini pementasan
jalan cerita reog di sesuaikan dengan acara tempat pertunjukan, jika
berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan.
Untuk hajatan khitanan atau sunatan, yang ditampilkan biasanya cerita pendekar.
Jadi saat ini bisa dikatakan seni reog sudah tidak semurni beberapa waktu yang
lalu, banyak pertunjukan reog yang kini lebih digunakan untuk hal komersial
dibandingkan reog asli yang masih memegang ajaran nenek moyang. Memang tidak
terlalu jauh perbedaan antara reog festival yang resmi & reog obyog yang
non formal. Perbedaan ini terletak pada tidak dikaitkannya reog obyog dengan
segala macam ritual magis yang dapat mendukung pertunjukan reog. Para pelaku
reog hanya belajar tentang reog sedikit lebih dalam dan didampingi dengan
latihan rutin agar terbiasa dengan aktivitas tersebut, sehingga tidak lagi
selalu harus di dampingi oleh “makhluk kedua”. Lain halnya dengan pertunjukan
reog di ponorogo yang masih sangat alami, dengan segala aturan resmi yang harus
dilakukan para pelaku pementasan reog. Semaju apapun kebudayaan suatu bangsa,
reog ponorogo yang asli akan tetap ada dan tetap mempertahankan kemistisannya,
walaupun di masa depan akan memicu banyak kontroversi dikarenakan perkembangan
jaman yang semakin modern, reog ponorogo akan tetap pada jalurnya dengan pesona
kemistisannya.
Kesimpulan
Kebudayaan merupakan sebuah bentuk kebiasaan atau
kejadian dimasa lampau yang mengajarkan kita mengenai berbagai hal untuk
menjalani kehidupan di masa kini maupun masa mendatang. Baik buruknya
kebudayaan tersebut bukan menjadi acuan kita para generasi muda untuk mau atau
tidaknya melestarikan kebudayaan. Sebagai penerus generasi kita wajib selalu
melestarikan kebudayaan, karena kebudayaan bisa di jadikan salah satu identitas
suatu bangsa. Kesenian Reog dapat dikaitkan dengan pembentukan karakter bangsa,
di mana 'karakter' sebagai sistem daya juang meliputi daya dorong, daya gerak,
dan daya hidup, dan berisi tata nilai kebajikan moral yang terpatri dalam diri
manusia. Karakter yang diharapkan tumbuh adalah manusia yang tangguh dan bukan
karakter yang lemah, seperti halnya Reog yang lincah, gagah dan kuat.
Bila Reog Ponorogo memang akan bertahan dengan
kepercayaan para pelaku nya dengan mengikutsertakan dunia magis, tentu hal ini
tidak boleh sepenuhnya dihapuskan dari pertunjukan reog. Hal-hal mendasar
seperti ini sangatlah penting karena bisa dijadikan ciri khas suatu kebudayaan
daerah tertentu. Tetapi karena kini mayoritas penduduk di dunia telah mempunyai kepercayaan yang telah di percayai
masing-masing, tentu hal-hal gaib seperti ini memang sangat tabu untuk di
bahas, tetapi hal tabu ini sangat benar adanya sampai saat ini, bahkan mungkin
sampai masa yang akan datang di kemudian hari nanti. Kita sebagai manusia yang
mempercayai adanya tuhan, tentu agak ragu untuk turut serta mempercayai hal
tabu seperti itu, tetapi kita cukup mengenal, mempromosikan, serta menghargai
kebudayaan serta kepercayaan yang ada sejak masa lalu.
kini para seniman reog berusaha semakin memperkenalkan
dan mempertahankan reog di masyarakat
dengan berbagai cara, sehingga kini pementasan reog tidak terlalu kaku kepada
acuan resmi dari aturan masa lalu. Rintangan yang dihadapi para seniman reog
tidaklah mudah, mereka harus bersaing dengan era globalisasi dan perkembangan
zaman yang semakin cepat, dengan begitu banyak pula kebudayaan dari luar Indonesia
yang kini mulai menggerus kebudayaan lokal. Karena itulah demi kelestarian Sang
Reog tetap terjaga, para seniman lebih memilih mengesampingkan hal-hal yang
bersifat mistis agar reog selalu bisa diterima oleh para manusia modern masa
kini. Semoga kemistisan Sang Reog tetap terjaga dan tak akan pernah pudar
hingga akhir jaman.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzannafi,
Muhammad Zamzam. 2005. Reog Ponorogo : Menari diantara dominasi dan keragaman.
Yogyakarta; Kepel Press
Ibrahim,
Idy Subandi. 1997. Kesenian popular & tradisi jawa : Ecstasy gaya hidup : Kebudayaan
pop dalam masyarakat Indonesia; Mizan
Lisbijanto,
Herry. 2013. Reog Ponorogo. Jakarta; Graha ilmu
Depdikbud
Kanwil. 1984. Babad Ponorogo Jilid IV. Ponorogo; Depdikbud
Tim
Penyusun. 1997. Hari Jadi Kabupaten Ponorogo. Ponorogo; Depdikbud
Darsiyah, Jurnal Penelitian. Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang
Supriadi, Jurnal Penelitian. Regenerasi
Seniman Reog Ponorogo untuk Mendukung Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisional
dan Menunjang Pembangunan Industri Kreatif.
Universitas
Sebelas Maret