Selasa, 13 Januari 2015

PUDARNYA KEMISTISAN SANG REOG


 Pendahuluan
            Reog merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan dunia. Hampir setiap orang di Indonesia pasti pernah mengetahui apa itu reog, masyarakat bisa melihatnya melalui internet, acara televisi, siaran radio, atau  bahkan hanya mengenal reog melalui apa yang orang bicarakan tanpa pernah tau seperti apa bentuk reog yang sebenarnya.
            Perkembangan jaman yang semakin maju dan kian pesat, mendorong reog untuk tetap eksis dalam kebudayaan masyarakat Indonesia dan berusaha tetap dikenal dunia, terutama tetap dikenal oleh para anak muda yang memiliki kewajiban melestarikan reog itu sendiri. Hal ini mungkin yang menyebabkan para seniman reog di Indonesia tidak lagi mementingkan unsur utama dari reog itu sendiri, yaitu kemistisan atau melibatkan pertunjukan reog dengan hal magis. Orang kini hanya tahu bahwa reog hanyalah sebuah pertunjukan barongan yang sifat pertunjukannya hampir sama dengan barongsai asal tiongkok, memakai semacam alat peraga dengan melibatkan banyak orang. Kini reog hanyalah sekedar hiburan semata yang mulai kehilangan pesona kemistisannya.
Pembahasan

            Reog adalah sebuah kebudayaan asli Indonesia, yang memadukan antara seni topeng, seni teater, seni musik dan seni tari. Reog diperkirakan tercipta pada sekitar abad ke 12. Reog merupakan salah satu dari sekian banyak kebudayaan Indonesia yang dipengaruhi oleh unsur magis atau gaib. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh kehidupan nenek moyang orang Indonesia yang mayoritas hidup di masa lalu dimana saat itu merupakan jaman kejayaan kerajaan - kerajaan yang tentu saja masih dipengaruhi oleh hal - hal yang berbau magis, untuk bertahan hidup di masa itu. Hal tersebut terjadi pada saat kerajaan - kerajaan tersebut belum di pengaruhi oleh agama-agama yang kini dianut oleh kebanyakan masyarakat modern. Oleh karena itu masyarakat yang hidup di jaman dulu sangat identik dengan hal-hal magis seperti ilmu sihir, kesaktian yang mandraguna, makhluk gaib, bertapa, dan hal – hal lain yang sangat mustahil jika dilakukan pada era modern seperti sekarang ini.  Hal inilah yang hingga saat ini ada sebagian masyarakat di Indonesia yang masih mempercayai kekuatan-kekuatan magis yang sejak dulu telah ada. Hingga selanjutnya diturunkan kepada generasi selanjutnya, dan pada akhirnya masih bertahan hingga saat ini.

            Masyarakat Indonesia sangat kental dengan hal-hal yang berhubungan dengan dunia magis, begitupun dengan pertunjukan reog. Sejak tecipta di abad ke 12, reog sudah diyakini menggunakan bantuan hal magis (gaib) dari alam lain untuk mendukung pertunjukan. Seperti misalnya seseorang yang membawa topeng dhadhak merak, ia adalah orang yang paling di yakini memakai bantuan “makluk kedua” dari alam gaib untuk membantu pertunjukan, seseorang yang berada di balik topeng dhadhak merak biasanya disebut juga dengan warok, beliau membawa topeng dhadhak merak dengan cara menggigitnya, padahal berat dari topeng tersebut berkisar antara 50-60 kilogram. Karenatopeng tersebut biasanya terbuat dari kulit harimau asli atau kini mulai dibuat dari kulit sapi karena harimau sudah semakin langka dan sudah dilindungi oleh pemerintah, topeng dhadhak merak juga menggunakan bulu-bulu burung merak, tetapi dhadhak merak yang sekarang telah menggunakan bulu – bulu imitasi agar burung merak bisa terjaga kelestariannya. Selain si dhadhak merak, para penari juga menarikan tarian yang terkesan seperti orang yang sedang kesurupan sehingga masyarakat juga meyakini bahwa para penari reog juga terlibat dalam hal yang bersifat mistis. Para seniman reog biasanya menjalankan puasa dan bertapa beberpa hari sebelum pementasan, sehingga pertunjukan reog bisa mendapatkan bantuan dari hal yang tidak kasat mata.

            Di kota Ponorogo, reog merupakan salah satu pertunjukan elit yang biasanya hanya di tampilkan pada acara-acara besar & acara tertentu, seperti misalnya penyelenggaraan Festival Reog Nasional (FRN), Festival Reog Mini (FRM) maupun pentas reog bulan purnama (1 suro). Biasanya reog ditampilkan pada saat pesta rakyat sedang berlangsung dan reog menjadi penampilan puncak yang paling ditunggu oleh masyarakat. Pertunjukan reog biasanya di tampilkan di sebuah alun-alun kota karena reog melibatkan banyak pendukung acara dan rentetan penampilan wajib yang memang harus ditampilkan saat pertunjukan reog, pertunjukan tersebut melibatkan puluhan yang masing-masing telah memiliki tugas penampilan tersendiri.
            Pada era tahun 80-90-an saat reog ponorogo menjadi seni yang masih menjunjung tinggi hal-hal yang berhubungan dengan hal mistis, sebelum dilaksanakan pertunjukan reog, biasanya para tetua desa melakukan serangkaian acara untuk menghormati para leluhur. Ziarah menjadi salah satu kegiatan wajib yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan pertunjukan reog. Makam-makam yang dikunjungi biasanya makam para leluhur ponorogo, atau orang-orang penting yang dipercaya masih menjadi bagian dari terciptanya reog maupun terciptanya kota Ponorogo. Ziarah biasanya dipimpin oleh juru kunci pemakaman, dengan diiringi pembacaan doa oleh seorang warok atau sesepuh dan pemilik grup reog terbaik di ponorogo. Upacara ziarah ini biasanya dihadiri oleh para orang penting di kota Ponorogo, seperti misalnya kepala rumah tangga kabupaten ponorogo, ketua DPRD, bupati ponorogo pejabat lainnya. Setelah rangkaian ziarah selesai dilaksanakan, acara berikutnya ialah kirab pusaka, yaitu kegiatan mengarak 2 buah benda pusaka ke pendopo alun-alun ponorogo, 2 benda pusaka tersebut ialah berupa tombak bernama tunggal naga dan payung yang bernama tunggal wulung. Pada saat 2 benda pusaka tersebut diarak, benda – benda pusaka tersebut dilapisi dengan kain berwarna kuning. Kedua unsur utama tersebut dianggap sebagai peninggalan bathoro katong, sang pendiri ponorogo.


A.   Asal Muasal Reog Ponorogo

            Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti darimana daerah asal terciptanya reog itu sendiri, banyak daerah di Indonesia terutama daerah-daerah di pulau jawa yang mengklaim bahwa reog berasal dari daerah mereka masing-masing, bahkan Negara tetangga kita, Malaysia pernah mengklaim kepemilikan reog ini sebagai budaya mereka yang di bawa oleh masyarakat keturunan jawa yang berada di Malaysia. Hal ini terbukti dengan adanya Foto Dhadhak merak (topeng reog)  tetapi dengan nama yang berbeda, Malaysia menyebut dhadhak merak dengan nama tari barongan dan di tampilakan situs web resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia. Hal tersebut memicu protes dari berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman reog asal ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 februari 2004. Pada tahun 2007 pemerintahan Malaysia mengklarifikasi kontroversi ini dan mengakui bahwa Reog adalah kebudayaan asli Indonesia. Hingga pada akhirnya kebanyakan masyarakat Indonesia dan dunia lebih mengenal reog berasal dari daerah Ponorogo, Jawa Timur. Dalam Buku Hari Jadi Ponorogo terdapat kalimat yang menjadi suatu acuan penting, yaitu akhirnya apapun tafsirannya tentang reog ponorogo dalam wujud yang seperti kita lihat sekarang ini tetap ponorogo sebagai kota yang kita cintai, kita pertahankan dan kita lestarikan sebagai kota REOG yang menjadi kebanggan masyarakat ponorogo. (Depdikbud, 1996:8).

            Terdapat banyak sekali versi cerita yang berkembang di masyarakat mengenai asal muasal terciptanya reog itu sendiri. Didalam bukunya yang berjudul Reog Ponorogo menari di antara dominasi dan keragaman, zamzam fauzannafi menjelaskan bahwa salah satu lagenda yang paling di ketahui oleh kebanyakan masyarakat Indonesia mengenai reog ponorogo adalah tentang persyaratan yang di ajukan seorang putri cantik dari kerajaan Kediri yang kepada Raja dari kerajaan Bantar Angin yang ingin mempersunting sang putri. Permintaan dari sang putri ialah, ia menginginkan sebuah pertunjukan yang belum pernah di tampilkan dimanapun pada jaman itu serta ia ingin sang raja membawa semua hewan yang ada di hutan untuk mengisi taman sari di Kerajaan Kediri. Saat sang raja kerajaan Bantar Angin dalam perjalanan menuju kerajaan Kediri rombongan raja dihadang oleh harimau jadi-jadian dari raja Singobarong yang ternyata juga ingin mempersunting sang putrid kerajaan Kediri.  Singkat cerita karena pasukan raja Bantar Angin sangat banyak & sangat terlatih dengan peperangan, Raja singabarong pun kalah di peperangan dan ikut di arak menuju Kediri karena raja singabarong masih berwujud harimau jadi-jadian. Selama perjalanan menuju kerajaan Kediri rombongan yang di bawa sang raja berupa pasukan berkuda, sambil diiringi dengan gamelan, kempul, kenong, kendang, angklung & slompret. Cerita yang berkembang di masyarakat sungguh sangat banyak & beragam dikarenakan cerita turun temurun mulut ke mulut dari orang terdahulu.

            Pertunjukan reog memiliki beberapa tokoh utama selama pementasan reog berlangsung. Diantara lain adalah dhadhak merak atau barongan, klana sewadana atau klono, pujangganong atau bujangganong, warok dan jathil. Dhadhak merak atau barongan adalah peralatan utama dalam reog. Barongan terdiri dari kepala harimau (caplokan) yang terbuat dari kerangka kayu dadap, bambu, dan rotan yang ditutup oleh kulit harimau gembong atau kulit sapi yang diwarnai menyerupai kulit harimau. Diatas kepala harimau tersebut bertengger seekor merak yang sedang mengembangkan bulunya yang ditata di atas kerangka dari bambu dan rotan. Disekitar kepala harimau terpasang krakab, yaitu aksesoris tempat menuliskan identitas grup reog yang terbuat dari kain beludru warna hitam disulam dengan monte. Pada saat kontroversi pengklaiman yang dilakukan oleh Malaysia, krakab inilah yang menjadi masalah utama, karena bertuliskan Malaysia di atas kepala harimau di reog tersebut. Klana sewandana atau klono adalah penari yang menarikan tarian yang menggambarkan sosok raja dari kerajaan bantarangin . sosok ini digambarkan dengan topeng bermahkota, wajah berwarna merah, mata besar melotot, dan kumis tipis. Karena sang raja dalam keadaan mabuk asmara maka gerakan tarinya pun menggambarkan seseorang yang sedang kasmaran. Pujangganong atau bujangganong adalah penari dan tarian yang menggambarkan sosok patih muda yang cekatan, cerdik, jenaka, sakti dan sangat ahli dalam ilmu bela diri. Sosok ini digambarkan dengan topeng yang mirip dengan wajah raksasa, hidung panjang, mata melotot, mulut terbuka dengan gigi yang besar tanpa taring, wajah merah darah dan rambut yang lebat warna hitam menutup pelipis kiri dan kanan. Warok muda digambarkan dengaan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata tajam. Sedangkan warok tua di gambarkan dengan sosok lelaki tua berbadan kurus, berjanggut putih panjang dan berjalan dengan bantuan tongkat. Beberapa orang menanggap tarian warok dalam reog hanyalah unsure tambahan. Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni reog, jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangksan prajurit berkuda yang sedang berlatih diatas kuda. Tarian yang di bawakan oleh penari dimana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukan dengan ekspresi sang penari. Jathilan pada mulanya ditarikan oleh laki-laki yang halus dan berparas tampan atau agak mirip dengan wanita. Gerakan tari jathilanpun juga termasuk tarian yang agak terkesan feminin. Tetapi, sejak tahun 1980-an penari jathilan mulai di ganti oleh para penari putri dengan alasan lebih feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari jathilan pada reog lebih cenderung pada halus, lincah dan genit. Hal ini didukung oleh pola ritmis gerak tari para jathil.

B. Keterkaitan hal mistis dengan reog
           
            Di kota asal reog sendiri, ponorogo, terdapat banyak sekali para pengrajin reog & para seniman reog yang biasanya berkumpul dalam suatu paguyuban reog. Ponorogo yang dihuni sekitar kurang lebih 1 juta jiwa itu memiliki lebih dari 300 grup Reog yang tersebar di 277 desa. Para seniman reog asli ponorogo biasanya adalah warga asli ponorogo yang memang telah sangat akrab dengan reog karena sejak muda sudah diajarkan mengenai apapun tentang reog. Selain diajarkan mengenai hal-hal mendasar mengenai reog dan tatacara penampilan reog, tentu para orang tua terdahulu juga mengajarkan kepada anak cucunya serta para murid pengikutnya juga mengajarkan berbagai hal magis atau ilmu turun temurun demi kelestarian pertunjukan asli reog itu sendiri. Unsur mistis merupakan kekuatan spiritual yang memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.

            Sebelum pertunjukan reog ponorogo dimulai, para pendukung acara seperti para penari dan pelaku lakon, mereka disibukan dengan kegiatan menghias diri, membuat dirinya semirip mungkin dengan semua tokoh yang ada di cerita reog tempo dulu. Di sela-sela kesibukan menghias diri, ada seseorang yang sedang membakar kemenyan dan meletakkan sesaji di depan Barongan atau topeng kepala singa (Dhadhak merak). Tujuannya meminta izin kepada roh penunggu desa yang disebut "Danyang" agar pertunjukan yang berbau mistis ini berjalan lancar. Selain suguhan hal mistis yang dilakukan sebelum acara reog di laksanakan, yang hingga saat ini masih menjadi perdebatan adalah mengenai tokoh warok dalam pementasan reog ponorogo. Seperti yang dilansir pada sebuah artikel di media massa Indonesia, disitu menjelaskan bahwa Warok selalu digambarkan sebagai sosok yang suka memakai pakaian hitam hitam, memiliki kesaktian, memakai kolor, bahkan memiliki gemblakan. Gemblakan adalah lelaki berusia belasan tahun , mulai 12-15 tahun yang mempunyai paras tampan dan terawat, yang dipelihara oleh warok, dan kadang lebih disayang ketimbang istri dan anaknya. Memelihara gemblak sudah menjadi tradisi bagi warok yang ingin menjaga kesuciaanya pada jaman dahulu. Sang warok sering menjaga kekuatannya dengan tidak berhubungan intim dengan perempuan atau istrinya, tetapi karena sang warok tidak bisa menyalurkan hasrat seksualnya, warok sering melampiaskan hasrat nafsunya tersebut kepada si gemblak. Praktik gemblakan di kalangan warok, diidentifikasi sebagai praktik homoseksual karena warok tak boleh mengumbar hawa nafsu kepada perempuan demi menjaga kesaktiaannya. seorang warok harus memiliki keseimbangan antara kemampuan ilmu kanuragan atau bela diri dan rasa kasih sayang. Keberadaan gemblak tentu saja menimbulkan penafsiran tersendiri. Banyak orang percaya gemblak sering dijadikan pemuas kebutuhan seksual sang warok, selama menempuh ilmunya. Namun, apapun isu yang ditiupkan tentang kehidupan seksual yang dijalani selama menuntut ilmu, kenyataannya warok tetap hidup normal. Bahkan dapat membina rumah tangga bersama istri dan anaknya. Hal itu pula yang dijalani seorang warok terkenal di daerah ponorogo yang bernama Mbah Wo Kucing, beliau walaupun dalam kesehariannya beliau didapuk sebagai warok sekaligus pemimpin kelompok Reog Bantar Angin tetapi beliau dapat menjalankan akstivitas layaknya manusia biasa. (Liputan 6, 2002).

            Masyarakat ponorogo percaya bahwa seorang warok adalah seseorang yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, hal itu di dapatkan mulai dari mendalami ilmu kanuragan dan kebatinan hingga mengasingkan diri dari dunia luar selama 40 hari. Dalam proses ini, sang warok juga berpantang berhubungan seks dengan perempuan. Sehingga warok pun dapat  mencapai tahapan yang disebut kewaskitaan itu melalui proses yang cukup panjang.


C. Pudarnya Kemistisan Sang Reog
           
            Kebudayaan Indonesia dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan, perubahan ini terjadi karena faktor masyarakat yang memang menginginkan perubahan kebudayaan, dan perubahan kebudayaan yang terjadi sangat pesat yaitu karena masuknya unsur-unsur globalisasi ke dalam kebudayaan Indonesia. Unsur globalisasi juga masuk ke dalam kebudayaan lokal, kebudayaan nasional, dan juga kebudayaan global, karena masuknya unsur-unsur tersebut maka ada upaya dalam melestarikan dan upaya pemanfaatan kebudayaan di Indonesia serta pemanfaatan dari kebudayaan-kebudayaan yang ada. Begitulah kutipan kalimat yang di kemukakan oleh Darsiyah melalui jurnal yang dirilis olehnya. Begitupun reog ponorogo, kebudayaan ini juga mengalami perubahaan yang cukup signifikan, dari reog tempo dulu yang sangat elit dan hanya di pertontonkan pada acara spesial dan tertentu saja, kini reog ponorogo telah menjadi suatu kebudayaan yang sangat sering kita jumpai. Hal ini mungkin saja di lakukan para seniman reog ponorogo agar masyarakat Indonesia semakin familiar dengan pertunjukan reog ponorogo, dan berharap banyak generasi muda yang tertarik untuk melestarikan kebudayaan asal ponorogo ini.
            Kini, Regenerasi seniman reog Ponorogo dapat dikelompokkan menjadi dua jalur. Dalam hal ini regenerasi jalur formal (reog festival) dan jalur nonformal (reog obyog). Demikian ungkap Peneliti Universitas Sebelas Maret (UNS) Supriadi, saat memaparkan hasil penelitiannya berjudul ‘Regenerasi Seniman Reog Ponorogo untuk Mendukung Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisional dan Menunjang Pembangunan Industri Kreatif’. Kini pementasan jalan cerita reog di sesuaikan dengan acara tempat pertunjukan, jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, yang ditampilkan biasanya cerita pendekar. Jadi saat ini bisa dikatakan seni reog sudah tidak semurni beberapa waktu yang lalu, banyak pertunjukan reog yang kini lebih digunakan untuk hal komersial dibandingkan reog asli yang masih memegang ajaran nenek moyang. Memang tidak terlalu jauh perbedaan antara reog festival yang resmi & reog obyog yang non formal. Perbedaan ini terletak pada tidak dikaitkannya reog obyog dengan segala macam ritual magis yang dapat mendukung pertunjukan reog. Para pelaku reog hanya belajar tentang reog sedikit lebih dalam dan didampingi dengan latihan rutin agar terbiasa dengan aktivitas tersebut, sehingga tidak lagi selalu harus di dampingi oleh “makhluk kedua”. Lain halnya dengan pertunjukan reog di ponorogo yang masih sangat alami, dengan segala aturan resmi yang harus dilakukan para pelaku pementasan reog. Semaju apapun kebudayaan suatu bangsa, reog ponorogo yang asli akan tetap ada dan tetap mempertahankan kemistisannya, walaupun di masa depan akan memicu banyak kontroversi dikarenakan perkembangan jaman yang semakin modern, reog ponorogo akan tetap pada jalurnya dengan pesona kemistisannya.   
Kesimpulan
            Kebudayaan merupakan sebuah bentuk kebiasaan atau kejadian dimasa lampau yang mengajarkan kita mengenai berbagai hal untuk menjalani kehidupan di masa kini maupun masa mendatang. Baik buruknya kebudayaan tersebut bukan menjadi acuan kita para generasi muda untuk mau atau tidaknya melestarikan kebudayaan. Sebagai penerus generasi kita wajib selalu melestarikan kebudayaan, karena kebudayaan bisa di jadikan salah satu identitas suatu bangsa. Kesenian Reog dapat dikaitkan dengan pembentukan karakter bangsa, di mana 'karakter' sebagai sistem daya juang meliputi daya dorong, daya gerak, dan daya hidup, dan berisi tata nilai kebajikan moral yang terpatri dalam diri manusia. Karakter yang diharapkan tumbuh adalah manusia yang tangguh dan bukan karakter yang lemah, seperti halnya Reog yang lincah, gagah dan kuat.
            Bila Reog Ponorogo memang akan bertahan dengan kepercayaan para pelaku nya dengan mengikutsertakan dunia magis, tentu hal ini tidak boleh sepenuhnya dihapuskan dari pertunjukan reog. Hal-hal mendasar seperti ini sangatlah penting karena bisa dijadikan ciri khas suatu kebudayaan daerah tertentu. Tetapi karena kini mayoritas penduduk di dunia telah  mempunyai kepercayaan yang telah di percayai masing-masing, tentu hal-hal gaib seperti ini memang sangat tabu untuk di bahas, tetapi hal tabu ini sangat benar adanya sampai saat ini, bahkan mungkin sampai masa yang akan datang di kemudian hari nanti. Kita sebagai manusia yang mempercayai adanya tuhan, tentu agak ragu untuk turut serta mempercayai hal tabu seperti itu, tetapi kita cukup mengenal, mempromosikan, serta menghargai kebudayaan serta kepercayaan yang ada sejak masa lalu.
            kini para seniman reog berusaha semakin memperkenalkan dan mempertahankan reog  di masyarakat dengan berbagai cara, sehingga kini pementasan reog tidak terlalu kaku kepada acuan resmi dari aturan masa lalu. Rintangan yang dihadapi para seniman reog tidaklah mudah, mereka harus bersaing dengan era globalisasi dan perkembangan zaman yang semakin cepat, dengan begitu banyak pula kebudayaan dari luar Indonesia yang kini mulai menggerus kebudayaan lokal. Karena itulah demi kelestarian Sang Reog tetap terjaga, para seniman lebih memilih mengesampingkan hal-hal yang bersifat mistis agar reog selalu bisa diterima oleh para manusia modern masa kini. Semoga kemistisan Sang Reog tetap terjaga dan tak akan pernah pudar hingga akhir jaman.







DAFTAR PUSTAKA


Fauzannafi, Muhammad Zamzam. 2005. Reog Ponorogo : Menari diantara dominasi dan keragaman. Yogyakarta; Kepel Press

Ibrahim, Idy Subandi. 1997. Kesenian popular & tradisi jawa : Ecstasy gaya hidup : Kebudayaan pop dalam masyarakat Indonesia; Mizan

Lisbijanto, Herry. 2013. Reog Ponorogo. Jakarta; Graha ilmu

Depdikbud Kanwil. 1984. Babad Ponorogo Jilid IV. Ponorogo; Depdikbud

Tim Penyusun. 1997. Hari Jadi Kabupaten Ponorogo. Ponorogo; Depdikbud

Darsiyah, Jurnal Penelitian. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Supriadi, Jurnal Penelitian. Regenerasi Seniman Reog Ponorogo untuk Mendukung Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisional dan Menunjang Pembangunan Industri Kreatif. Universitas Sebelas Maret